Advertisement

Promo November

Sosok di Balik Suksesnya ArtJog, dari Kurir Undangan hingga Jadi Pencari Bakat Seniman

Sirojul Khafid
Sabtu, 08 Juli 2023 - 08:07 WIB
Arief Junianto
Sosok di Balik Suksesnya ArtJog, dari Kurir Undangan hingga Jadi Pencari Bakat Seniman Heri Pemad (kanan) memukul saron saat pembukaan ArtJog 2023. - Istimewa

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—ArtJog tidak semata “Lebaran” seni rupa di Jogja. Dalam prosesnya, Heri Pemad sebagai pendiri, ingin mengenalkan para seniman muda yang punya kualitas bagus agar muncul ke permukaan.

Bersama sastrawan, Goenawan Mohamad dan Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Hilmar Farid, Heri Pemad  memukul saron sebagai penanda dibuka ArtJog tahun ini, Jumat (30/6/2023). Pembukaan yang berisi tamu undangan dan media saja, halaman Jogja National Museum sudah padat.

Advertisement

Konon, saat ArtJog berlangsung, penerbangan domestik maupun internasional yang menuju ke Jogja penuh dan sibuk. Begitu pula dengan hotel dan penginapan di Jogja.

Dianggap sebagai “Lebaran” seni rupa, ArtJog juga menjadi momen bagi galeri seni lain untuk “menumpang” pameran, mumpung sedang banyak orang yang datang ke Jogja.

Dari sisi perputaran ekonomi, ArtJog 2023 diprediksi menghasilkan Rp5 triliun. “Perhitungan perputaran uang itu dari penjualan tiket, kedatangan pengunjung dari luar daerah, akomodasi pengunjung, makan dan minum, hingga lain-lainnya, termasuk transaksi jual beli karya seni rupanya,” kata Pemad, Jumat.

“Kami rutin mengundang siswa-siswi sekolah untuk hadir ke pameran agar bisa jadi bahan pembelajaran mereka juga,” tambahnya, apabila dampak tidak hanya dari sisi ekonomi.

Namun dari mana ide ArtJog berasal dan apa dampaknya dalam kesenian di Jogja? Mungkin kita bisa melihat jauh ke belakang, tentang orang di baliknya, Heri Pemad.

Sukoharjo, Jawa Tengah, sebagai tempat lahir dan tumbuh Pemad bukan wilayah yang perkembangan seni rupanya pesat macam Jogja. Pemad hanya tahu, pekerjaan seniman ya jualan gambar keliling, seperti yang sering ia lihat di desanya. Seni rupa ya menggambar dan melukis, belum terlintas desain grafis atau apapun itu yang lebih modern.

Kesenangan pada menggambar sewaktu sekolah membuatnya tertarik masuk Program Studi Seni Lukis Institut Seni Indonesia (ISI) Jogja.

BACA JUGA: Dirjen Kebudayaan Janji Akan Bagikan 1.000 Tiket Gratis ArtJog

Pendaftaran pertama gagal. Pendaftaran kedua juga gagal. Barulah pada percobaan ketiga dia berhasil lolos. Selama masa menunggu satu pendaftaran ke pendaftaran berikutnya, Pemad sempat “menggelandang” di Malioboro dan studio para seniman.

Komunikasi dengan para seniman ini sedikit banyak membantu skill-nya dalam melukis yang ia pakai kemudian untuk mendaftar yang ketiga kalinya di ISI Jogja. Dalam kehidupan kampus, selain melukis, Pemad banyak terlibat sebagai panitia pameran. “Selama [membuat pameran semasa] mahasiswa jarang merasa puas, entah dengan display, acaranya, lighting, dan lainnya. Itu menjadi kegelisahan saya, mengapa seperti ini,” katanya.

“Setelah itu, saya pamit, bukan drop out dari kampus.”

“Pak berhubung ilmu sudah habis, saya mengundurkan diri,” Pemad mengulang ucapannya kepada otoritas ISI Jogja waktu itu.

Pemad semakin banyak membantu seniman, galeri, sampai institusi menggelar pameran. Secara sadar, dia mengajukan diri sebagai pengantar undangan pada para seniman saat ada pameran.

Dari satu undangan, dia mendapat upah Rp500. Pekerjaan pengantar undangan ini ia lakoni selama 2001-2007. Dari mengantar undangan ini, Pemad banyak mengenal seniman, dari yang muda sampai senior.

Hubungan yang dekat membuat seniman sering meminta bantuan padanya, seperti mencarikan referensi dan lainnya. “Waktu mengantar undangan, enggak cuma nganter, tetapi juga mengobrol. Kalau hujan malah saya senang, bisa mengobrol lama. Lama-kelamaan bantu seniman untuk ini-itu, muncul ide jadi manajer seniman,” kata pria berusia 46 ini.

Di dunia seni, Pemad merasa seniman perlu menyerahkan beberapa hal teknis pada orang lain, entah manajemen, keuangan, atau lainnya. Tidak bisa semuanya diurus sendiri.

Dengan itu, seniman bisa fokus membuat karya. Menjadi manajer seniman juga sebagai cara Pemad memunculkan nama-nama baru di dunia seni. Termasuk seniman muda yang potensial, tetapi namanya kurang terdengar. Kegiatan menyebar undangan membuat dia tahu seniman di Jogja dari A-Z, termasuk karakteristik dan kualitasnya.

Heri Pemad./Istimewa

Kegiatan ini juga yang kemudian membuat beberapa kolektor menghubungi Pemad saat mencari karya seni. Dalam beberapa kesempatan, Pemad mengajak kolektor langsung ke rumah seniman, sesuatu yang sempat membuat beberapa pihak marah.

“Kalau caranya begini, bagaimana galeri bisa hidup? Kalau kolektor langsung ke seniman, galeri dapet apa?” kata Pemad menirukan orang yang sempat menegurnya.

“Misal saya antarkan [kolektor langsung] ke seniman, itu seniman yang merdeka, engga dikontrak galeri.”

BACA JUGA: Hadir Lagi, Dampak Positif Ekonomi ArtJog Tembus Rp5 Triliun

Sebelum ke seniman, dia juga izin terlebih dahulu boleh tidaknya membawa kolektor langsung ke rumahnya. Meski punya argumen untuk membantahnya, Pemad merasa ada benarnya juga teguran itu. 

Jogja Art Fair

Sejak 2008, dia berhenti membawa kolektor ke rumah seniman. Salah satu yang hilang dari aktivitas itu, Pemad tidak bisa leluasa memberikan kesempatan seniman muda untuk menjual karyanya.

Sebagai gantinya, dia berencana membuat Jogja Art Fair (JAF), nama awal untuk ArtJog. Sebagai pembuka, pada 2007, JAF ketika itu masih bergabung dengan Festival Kebudayaan Yogyakarta (FKY).

Barulah mulai 2008, JAF sudah membuat acara sendiri dengan menghadirkan 500 seniman tanpa proses kurasi. Pembuka acara yang cukup menarik perhatian orang. Terlebih acaranya ini gratis.

Pada 2010, JAF kemudian berganti nama menjadi ArtJog. “Modal [uang membuat ArtJog itu] dari nol, modalnya kepercayaan, waktu buat pameran kalau enggak dipercaya orang mana bisa,” katanya.

“[Kepercayaan ini didapat dari] pengalaman jaga pameran, nganter karya, sampai nganter mereka [kolektor] jalan-jalan ke rumah-rumah seniman. Ini semua berkat pengalaman mengantar undangan.”

Kini, ArtJog menjadi salah satu pameran seni terbesar di Jogja, ataupun Indonesia. rata-rata dalam setiap kali pameran, anggarannya mencapai Rp12,5 miliar. Dampak secara ekonomi lebih besar lagi, termasuk dampak pada perkembangan seni di Jogja. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Takeda Perkuat Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Dengue di Indonesia

News
| Kamis, 07 November 2024, 22:57 WIB

Advertisement

alt

Minat Berwisata Milenial dan Gen Z Agak Lain, Cenderung Suka Wilayah Terpencil

Wisata
| Senin, 04 November 2024, 10:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement